Artikel ini melihat kembali perjumpaan awal seorang misionaris dalam konteks inkulturasi. Didasarkan pada perkembangan Gereja Katolik di seluruh dunia hingga saat ini tidak terlepas dari penyelarasan iman Katolik dengan kebudayaan setempat. Pengadaptasian budaya dan kultur oleh misionaris Pernandus Simanullang, S.S, M,Sn, FM, yang kemudian berlanjut ke manca negara membuat potret Gereja Katolik secara universal menjadi semakin kuat dalam ikatan persaudaraan dan kekeluargaan universal.
Sumber dokumentasi pribadi Ketika berada di Kepulauan Fiji_ Suva ( Pernandus Simanullang )
Pernandus Simanullang lahir di Lawe Bekung, Aceh Tenggara Provinsi NAD ( Nanggroe Aceh Darussalam ), Indonesia 9 September 1989. Ia merupakan lulusan Universitas Harapan Medan di Jurusan Kesusasteraan Inggris tahun 2012. Kemudian menyelesaikan studi Magisteral di Institute Seni Indonesia. Pada tahun 2023. Setelah menempuh studi, ia diutus sebagai missionaris awam ke kepulauan Fiji, tepatnya 16 Juli 2024 di kota Suva. Di awal kedatangannya, ia tiba di Bandara Nadi, kemudian harus menempuh Bis selama 6 jam menuju kota Suva.

Sumber dokumentasi pribadi Ketika berada di Kepulauan Fiji_ Suva ( Pernandus Simanullang )
Pengalaman selama berada disana merupakan awal dimana Pernandus Simanullang mengerti bahwa sebagai missionaris awam tidak mudah untuk diterima oleh komunitas lokal maupun gereja setempat. Tidak mudah diterima karena missionaries awam merupakan missionaris independent yang melaksanakan misi kemanusiaan melalui autoritas pimpinannya. Autoritas pimpinan missionaris awam yang Pernandus Simanullang laksanakan masih belum dikenal dekat oleh Magisterium atau pimpinan tertinggi gereja katolik maupun gereja – gereja yang dijumpai di kepulauan Fiji.
Namun, walaupun demikian Pernandus Simanullang tidak menyerah dalam membawa misi kesatuan dalam pelayanan dan testimoni bagi masyarakat disana. Masyarakat Fiji merupakan masyarakat yang memiliki falsafah unik dalam menjalankan kultur dan budaya. Seperti pengalaman Pernandus ketika mengunjungi desa-desa disana, selalu harus mengikuti protokol yang sesuai dengan adat dan istiadat mereka.
Sebuah kisah menarik ketika Pernandus Simanullang harus menempuh waktu hampir dua hari dari pulau Viti Levu ke pulau Vanua Levu. Melalui perjalanan laut mengisahkan bahwa setiap ombak yang dilalui merupakan nafas Iman yang terus menopang perjalanannya.
Dengan semangat yang tidak pernah pudar, ia menapaki setiap hari dengan hati yang penuh syukur. Setiap tantangan yang datang justru menjadi kesempatan baginya untuk semakin mengandalkan Tuhan dan memperdalam pengabdiannya. Dalam kesederhanaannya, ia mampu menghadirkan sukacita bagi banyak orang—menjadi tempat bertanya, tempat berdiskusi, sekaligus sumber inspirasi bagi mereka yang sedang berjuang dalam hidup.
Kisah berikutnya ketika Pernandus Simanullang mengunjungi pulau kecil di Fiji Bernama Levuka yang merupakan ibu kota pertama negara kepulauan Fiji. Hanya dengan mengandalkan Bahasa Fijian, berangkat kesana sendiri untuk melihat dan melakukan kunjungan ke beberapa keluarga yang hanya dikenal dari perjumpaan melalui gereja. Pengalaman ini membuktikan bahwa jauh atau dekat bukan menjadi penghalang dalam membawa misi kesatuan.
Pelayanannya tidak hanya terlihat dalam kata-kata, tetapi terutama dalam tindakan nyata. Ia hadir di tengah masyarakat dengan kerendahan hati, mendengarkan mereka dan mengunjungi desa – desa. Desa yang dikunjungi memliki keunikan dan perlu waktu satu hari untuk tiba. Dikarenekan jalan yang extrim dan harus berjalan beberapa km juga.
Dalam perjalanan panjang yang ditempuhnya, tidak sedikit rintangan dan kesulitan yang harus dihadapi. Namun, dengan iman yang kokoh, ia terus melangkah, yakin bahwa setiap proses adalah bagian dari rencana ilahi yang indah. Kesetiaan dan pengorbanannya menjadi teladan nyata tentang bagaimana hidup dapat menjadi persembahan yang bermakna bagi Tuhan dan sesama.
Kini, buah dari ketekunan dan kesetiaannya mulai tampak. Setelah menyelesaikan pengabdian di Fiji, ia kembali dipanggil dan diutus untuk melakukan misi ke negara Pakistan. Kisah menarik yang akan terus berlanjut, memulai dengan belajar Bahasa Urdu, kemudian menjadi konsultan tenaga pendidik.
Tantangan yang paling berat ialah bagaimana menjaga tradisi budaya setempat dengan mengerti kehidupan di beberapa daerah di Pakistan. Tidak hanya harus menguasai Bahasa namun juga mengerti cara mereka dalam menjalankan kehidupan sehari – hari mereka.
Di tengah perbedaan budaya, bahasa, dan cara hidup, ia belajar untuk memahami, menghargai, dan mengasihi tanpa batas. Melalui pendidikan, ia menanamkan nilai-nilai kasih, dan pengharapan—sebuah warisan tak ternilai, hanya didapat melalui kisah nyata atau pengalaman sebagai seorang missionary.
Penulis : Pernandus Simanullang, S.S, M,Sn, FM
simanullangpernnadus@gmail.com
Penggiat Seni, Tradisi dan Budaya










