Kesatuan Yang Harmoni
Semuanya dimulai selama perang, ketika pada tanggal 7 Desember 1943, di Trent, di tengah-tengah Perang Dunia Kedua dan pada malam hari raya Maria Dikandung Tanpa Noda, Chiara Lubich mengucapkan “YA” dan menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada Tuhan. Dan masih ada perang, perang yang menghancurkan. Peringatan 80 tahun kelahiran Gerakan Focolare, yang saat ini tersebar di sekitar 180 negara.
Inilah sebabnya mengapa Paus Fransiskus mengundang sekaligus menerima presiden Margaret Karram, wakil presiden, Jesús Morán, dan anggota lainnya. Dimana Bapa Paus mendorong mereka untuk menjadi “saksi dan duta” perdamaian ( Salvatore Cernuzio, 2023 ).
Setelah dua ribu tahun Kekristenan, kerinduan akan “Kesatuan” terus berlanjut, dalam bentuk jeritan penderitaan berteriak untuk ditanggapi,” kata Paus dalam pidatonya, dimana beliau mengingat kembali kesaksian Chiara Lubich, seorang hamba Tuhan, yang mendengar jeritan umat manusia selama tragedi Perang Dunia II dan kemudian “memutuskan untuk memberikan seluruh hidupnya agar ‘wasiat Yesus’ dapat direalisasikan” ( Salvatore Cernuzio, 2023 ).
Chiara Lubich dengan total memberikan diri dan membaktikan diri kepada Tuhan, muncul dari
‘sebuah inspirasi yang diterima dalam konteks kehidupan yang sangat biasa, ketika dia pergi berbelanja untuk keluarganya’. Dari jawaban ‘YA’. Saat ini gelombang spiritualitas yang telah menyebar ke seluruh dunia memberi tahu semua orang bahwa menghayati Injil itu indah dengan kata lain “sederhana” yaitu dengan menghidupinya melalui karisma Kesatuan, kesatuan Harmoni.
Jika berbicara mengenai Kesatuan merupakan sesuatu yang mustahil, namun bagi para ahli yang mengerti bagaimana cara memberikan karisma Kesatuan kepada dunia tidaklah sesulit yang dipikirkan. Mengapa tidak sesulit yang dipikirkan ?, itu karena semua umat manusia dipanggil untuk sebuah Kesatuan, Kesatuan dalam jangkauan keluarga universal. Menjadi keluarga universal dari berbagai keberagaman menjadikan kesatuan dapat dicapai. Mencapai kesatuan ini memiliki rahasia yang setiap individu harus memegang teguh, yaitu dengan mengasihi sesama sebagaimana Yesus telah mengasihi umat manusia, mengasihi semua orang dengan cara Yesus tanpa membeda-bedakan. Inilah rahasia “ Kesatuan “. Jika manusia saling mengasihi maka perdamaian akan tercipta dengan sendirinya dan Kesatuan akan hadir sebagai hadiah yang diberikan Tuhan di tengah – tengah umat manusia.
Kesatuan merupakan hadiah atau anugerah dari Tuhan yang hanya hadir ketika setiap umat manusia saling mengasihi sebagaimana Yesus telah mengasihi mereka. Yesus yang mati di kayu salib dan bangkit pada hari ketiga merupakan kasih yang paling besar yang pernah terjadi. Kasih
yang begitu besar hingga Yesus yang merupakan anak Allah rela disalib demi dosa umat manusia.
Dalam pandangan Kristen, Yesus dipandang sebagai Juruselamat yang datang untuk memenuhi kehendak Tuhan dan menyelamatkan manusia dari dosa. Penyaliban Yesus dipandang sebagai pengorbanan penebusan yang menghapus dosa-dosa mereka yang percaya kepada-Nya.
Pemahaman ini didasarkan pada ajaran Perjanjian Baru dalam Alkitab, khususnya dalam Injil seperti Matius, Markus, Lukas dan Yohanes. Namun, penting untuk diingat bahwa pandangan agama dapat bervariasi dan pandangan ini khusus untuk agama Kristen. Agama-agama lain memiliki keyakinan dan interpretasi yang berbeda tentang sosok Yesus dan makna salib.
Karisma Kesatuan ( Gerakan Focolare ) Dewasa Ini.
Dalam Gerakan Focolare adalah sebuah Gerakan yang lahir dari seorang wanita bernama Chiara Lubich pada tahun 1943 di Italia. Tujuannya adalah untuk menggapai Kesatuan dan kerja sama antara orang-orang dari berbagai latar belakang agama, suku, ras, budaya, dan kondisi sosial yang berbeda.
Dalam konteks gerakan Focolare, konsep kekudusan bersama menjadi fokus. Chiara Lubich menekankan pentingnya mencapai kekudusan bersama dalam kehidupan sehari-hari melalui prinsip-prinsip Kasih, persahabatan dan pelayanan kepada sesama. Para anggota Focolare berusaha untuk menghayati ajaran Injil dan mempraktekkannya dengan cara yang konkret, dengan menerapkan prinsip ‘saling mengasihi’ dalam semua aspek kehidupan sehari – hari.
Ajaran Yesus tentang kasih kepada sesama merupakan bagian integral dari ajaran utama Kristen. Prinsip-prinsip ini terutama ditemukan di Perjanjian Baru dalam Alkitab, khususnya dalam Injil Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes. Yesus mengajarkan kasih yang tidak bergantung pada imbalan atau syarat. Dalam Injil Lukas 6:27-36, Yesus menegaskan prinsip kasih tanpa syarat, bahkan terhadap musuh sekalipun: “Tetapi Aku berkata kepadamu, hai kamu yang mendengarkan: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu, berdoalah bagi mereka yang mencela kamu.” Ajaran ini menekankan pentingnya memberi kepada orang lain dan bersedia berbuat baik kepada sesama.
Pentingnya kasih tanpa syarat, pengorbanan dan kasih kepada Tuhan dan sesama sebagai prinsip-prinsip dasar kehidupan Kristen. Kasih kepada sesama dipandang sebagai bukti kasih kepada Allah dan sebagai dasar untuk mempererat relasi dan kekeluargaan antar umat manusia.
Penulis : Pernandus Simanullang, S.S, M,Sn, FM
simanullangpernandus@gmail.com
Penggiat Seni, Tradisi dan Budaya
Referensi,
https://www.vaticannews.va/it/papa/news/2023-12/papa-francesco-focolari-80-anni-chiara-lub ich-pace-guerra.html