Debat pertama untuk ketiga calon presiden yang di gelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah selesai. Apa yang menarik perhatian para hadirin di seluruh Indonesia ialah antusias dalam memberikan gagasan, termasuk soal penampilan dan pakaian yang mereka pakai dalam debat pertama ini.
Mengangkat tema pemerintahan, hukum, hak asasi manusia, pemberantasan korupsi, penguatan demokrasi, peningkatan pelayanan publik, dan kerukunan masyarakat telah selesai di didebatkan oleh ketiga calon presiden. Pada debat perdana ini, setiap kandidat telah memberikan gagasan pamungkas secara berapi – api walaupun masih dalam tahap retorika berfikir.
Disisi lain, komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan tanggal debat calon presiden dan wakil presiden 2024. Debat akan diselenggarakan lima kali, tiga kali untuk capres dan dua kali untuk cawapres.
Namun, yang lebih menarik ialah tamu undangan yang menjadi panelis dalam debat capres perdana merupakan para akademisi yang memiliki segudang ilmu pengetahuan terlihat tenang mengikutinya. Mereka merupakan lulusan dalam dan luar negeri yang patut dan layak menyaksikan debat ini, mereka adalah :
Prof Bayu Dwi Anggono
Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember (FH Unej), Prof Bayu Dwi Anggono. Prof Bayu menjadi salah satu guru besar hukum termuda di Indonesia, di usia 39 tahun, Prof Bayu menjadi guru besar di bidang hukum. Pendidikan sarjana diperolehnya di FH Unej, sedangkan gelar magister dan doktornya diperoleh di Universitas Indonesia (UI). Selain itu, tulisan dan opininya juga sering dimuat di media nasional. Sebagai rektor, Prof Bayu telah membawa nama harum almamaternya hingga meraih beberapa penghargaan, termasuk WBK dari Kemenristek Dikti. Selain itu, Prof. Bayu juga menjabat sebagai sekretaris jenderal Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (AP HTN-HAN). Sebuah asosiasi pengajar yang beranggotakan lebih dari seribu orang dari berbagai kampus di Indonesia.
Dr Agus Riewanto
Dr Agus Riewanto, dari UNS Solo, dipilih oleh KPU RI sebagai salah satu pembicara. Pakar hukum tata negara ini telah melanglang buana di dunia akademis. Pengalamannya sering digunakan sebagai ahli di Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA) dan di berbagai forum ilmiah. Gelarnya diperoleh di dua kampus, yaitu Sarjana Hukum di UIN Sunan Kalijaga Yogjakarta dan Universitas Muhammadiyah Yogjakarta.
Prof Susi Dwi Harijanti
Pakar hukum lainnya yang berpartisipasi dalam debat adalah Profesor Susi Dwi Harijanti dari Universitas Padjadjaran (Unpadj, Bandung). Selain mengajar di kampusnya, Profesor Susi juga menjadi dosen tamu di berbagai kampus.
Khairul Fahmi
Dari Sumatera Barat, pakar hukum Universitas Andalas, Khairul Fahmi, bergabung dalam panel. Selain sebagai dosen, Khairul Fahmi juga pernah menjadi anggota KPU Agam pada tahun 2007-2008. Fahmi juga berprofesi sebagai pengacara.
Prof. Lita Tyesta
Profesor Lita Tyesta, pakar hukum tata negara dari Universitas Diponegoro (Undip), juga menjadi salah satu pembicara. Seperti halnya Prof. Bayu, Prof. Lita juga merupakan dosen ilmu perundang-undangan.
Wawan Mas’udi
Untuk topik politik dan pemerintahan, ada pakar politik dari UGM, Wawan Mas’udi. Wawan saat ini juga menjabat sebagai dekan Fisipol UGM. Wawan meraih gelar sarjana dari UGM dan gelar master dari University of Adger, Norwegia, serta gelar doktor dari University of Melbourne, Australia. Sebagai akademisi, ia dikenal dengan keahliannya di bidang kebijakan publik, kesejahteraan, sistem dan institusi pemerintahan.
Mada Sukmajati
Mada Sukmajati, rekan kerja Wawan, adalah lulusan UGM. Mada meraih gelar master dari National Graduate Institute for Policy Studies di Tokyo, Jepang, dan gelar doktor dari University of Heidelberg, Jerman. Salah satu bukunya adalah Politik Uang di Indonesia: Pola Patronase dan Jaringan Klientelisme dalam Pileg 2014.
Gun Gun Heryanto
Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah, Gun Gun Heryanto, ikut menjadi pembicara dalam topik ini. Nama Gun Gun muncul di media saat menjadi pengamat politik pada Pemilu 2014, Pilkada DKI 2017, dan Pemilu 2019.
Rudi Rohi
Pakar politik dari Universitas Cendana (Undana), Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Rudi Rohi, juga menjadi pembicara dalam diskusi ini. Rudi meraih gelar doktor dari Fisipol UGM.
Ahmad Taufan Damanik
Untuk topik hak asasi manusia dan kerukunan masyarakat, KPU menghadirkan seorang panelis, mantan Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik. Ahmad Taufan Damanik adalah dosen ilmu politik di FISIP Universitas Sumatera Utara (USU). Ia meraih gelar master dari University of Essex, Inggris. Selain mengajar, Taufan aktif sebagai konselor dalam penanganan anak-anak korban konflik di Aceh, Kalimantan, dan Timor Leste. Ia juga pernah menjadi komisioner Komisi ASEAN untuk Pemajuan dan Perlindungan Hak-hak Perempuan dan Anak, dan yang terakhir ialah Prof Al Makin, Adapun Prof Al Makin, merupakan pemikir Islam yang sudah dikenal luas. Tulisan Prof Al Makin sudah tersebar di berbagai negara. Prof Al Makin juga merupakan Guru Besar UIN Sunan Kalijaga dan Rektor UIN Sunan Kalijaga periode 2020-2024. Prof Al Makin mengusulkan pendidikan keragaman bagi warga Indonesia sejak dini tentang budaya, tradisi dan iman yang berbeda. Selama ini pendidikan di Indonesia, dari Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi, hanya mengajarkan tradisi iman sendiri-sendiri, tanpa mengenal tradisi, adat, dan iman yang berbeda.
Mengapa debat pilpres ini berbeda dari sebelumnya karena tema dan Isu yang aktual. Debat Pilpres perdana 2024 mencerminkan isu-isu aktual yang dihadapi negara Indonesia saat ini. Kemudian, Format Debat yang unik. Para kandidat memiliki gaya komunikasi masing – masing, debat diatur agar lebih interaktif, dan para audiens mematuhi aturan selama debat berlangsung.
Selain dari pada itu, ketiga calon presiden saling menghormati satu sama lain walaupun tetap dalam situasi perdebatan. Setiap calon kandidat bertanya kepada kandidat yang lain, kemudian moderator memberikan instruksi kepada kandidat untuk menjawab. Adu cara pandang dalam menjawab permasalahan yang sedang dihadapi oleh para kandidat normal saja tetapi attentive dalam mendengarkan satu dengan yang lain. Menurut hemat penulis bahwa semua kandidat memiliki motivasi dan keinginan untuk memajukan negara Indonesia melalui tanggapan yang mereka jawab dari pertanyaan yang muncul.
Maka, setelah debat perdana Capres 2024, semoga debat berikutnya terus memacu adrenalin para kandidat untuk lebih semangat memberikan pendapat atau gagasan yang out of the box. Mengapa harus gagasan out of the box? Karena gagasan out of the box mengacu pada ide-ide kreatif atau solusi yang tidak konvensional atau hanya terbatas oleh aturan atau norma yang ada. Ekspresi ini sering digunakan untuk mendukung pemikiran kreatif dan inovatif. Ketika seseorang berusaha untuk berpikir out of the box, mereka mencoba melampaui batasan atau cara berpikir yang umumnya diterapkan dalam situasi tertentu.
Gagasan out of the box merupakan gagasan sederhana namun kreatif dan inovatif, unik dan dapat diimplementasikan dari hal yang paling kecil. Ketika gagasan ini dapat dinyatakan dengan nyata maka proses akan berjalan dan cara pandang dalam berbagai perspektif akan muncul sehingga membuahkan wawasan yang luas serta menginspirasi banyak orang.
Ketika memiliki wawasan ini, kepentingan individu atau keinginan untuk menguasai akan hilang. Seseorang akan lebih luas ( holistik ) melihat segala sesuatu apa yang terjadi dan melihat lebih mendalam terhadap keberagaman di sekitar daripada kepentingan golongan tertentu.
Keragaman ini menjadi dasar yang harus dijunjung tinggi oleh para kandidat debat, menitikberatkan terhadap bhineka tunggal ika dan dasar UUD 1945.
Selain dari paparan di atas, para kandidat debat memiliki karakter dan seni memberikan gagasan mereka. Karakter dan seni penyampaian gagasan ini sangat perlu diperhatikan oleh para audiens atau penonton. Mengapa perlu diperhatikan?. Karena politik tidak semudah yang dibayangkan dan semudah memutar koin mata uang.
Banyak penyampaian atau seni berbicara dari setiap kandidat debat begitu out of the box. Seni berbicara yang tertata atau terstruktur dengan baik hingga mampu meyakinkan audiens. Dalam setiap perdebatan, para debaters memang harus mampu mengakumulasi daya pikir supaya para pendengar memahami apa yang menjadi sasaran mereka. Sasaran yang jelas, merujuk pada permasalahan yang muncul dan yang paling terpenting ialah diselesaikan dengan baik dan benar.
Kemudian, Karakter dari ketiga kandidat Capres 2024 ini tidak dapat disamakan sehingga para audiens atau penonton harus lebih memiliki rasa menghormati dan tenang dalam mengikuti perdebatan. Inilah salah satu yang membuat debat Capres 2024 unik atau out of the box. Dimana retorika berpikir para kandidat terlihat dari ciri khas karakternya masing – masing.
Ciri khas ini merupakan bagian integral yang harus diperhatikan oleh setiap audiens atau penonton di seluruh Indonesia supaya mereka lebih mengerti bagaimana cara menelaah sebuah karakter. Menelaah berarti mampu melihat secara logika dan spiritual vision. Spiritual vision merupakan cara pandang setiap manusia dalam melihat seseorang menggunakan seluruh kekuatan logos dan jiwa. Logos dan jiwa memerlukan keseimbangan untuk melihat sejauh mana tahap karakter seseorang untuk dipahami.
Jika para millennial mampu menjadi salah satu instrumen spiritual vision ini, maka mereka akan berhati – hati atau dalam kata lain, akan berpikir tujuh kali dalam mendukung sekaligus memilih kandidat siapa yang layak atau patut menjadi pemimpin tertinggi di NKRI selama 5 tahun mendatang.
Penulis : Pernandus Simanullang, S.S, M.Sn, FM
simanullangpernandus@gmail.com
Penggiat Seni, Tradisi, dan Budaya.